Alvaro Recoba, Memberi Kebahagiaan di Balik Inkonsistensi Inter Milan

BACA JUGA

Football5star.com, Indonesia – Beberapa musim lalu, Inter Milan mengalami apa yang dinamakan banter era. Tim mengalami kesulitan di semua sisi. Terpuruk di lapangan, medioker dalam bursa transfer.

Era kelam Inter Milan bukan kala itu saja terjadi. Sebelumnya mereka juga pernah mengalami nasib serupa saat tampuk kepemimpinan masih dihuni Massimo Moratti, presiden yang sangat dicintai Interisti.

Memang, apa yang dicapai pada 90-an akhir hingga milenium baru tidak seburuk I Nerazzurri beberapa musim lalu. Inter tidak mengalami masalah finansial karena kantong Massimo Moratti masih sangat tebal.

Tapi ikonsistensi tim di lapangan cukup mencoreng derasnya uang yang mengalir dari kas klub. Ada kalanya mereka sukses memenangkan gelar. Tapi sempat pula mereka absen dari Liga Champions hingga benar-benar keluar dari enam besar Serie A.

Di lain sisi, keterpurukan La Beneamata masa tersebut sedikit terobati dari aktivitas transfer pemain. Moratti memanjakan Interisti melalui pemain yang didatangkan.

alvaro recoba africasacountry
africasacountry

Mulai dari Roberto Baggio, Ivan Zamorano, Ronaldo, hingga anak muda bernama Alvaro Recoba berhasil diamankan. Khusus nama terakhir memang tidak segemerlap tiga nama pertama.

Akan tetapi, jangan ragukan kualitasnya. Alvaro Recoba punya kekuatan yang jarang dimiliki pemain lain. Yakni tendangan kaki kiri menggelegar.

Sekali pun tidak konsisten, bahkan tak jarang naik meja operasi karena cedera kambuhan, pemain berjuluk El Chino selalu mendapat tempat istimewa di hati fan Inter.

Recoba sudah menjadi perhatian publik kala berseragam Danubio. Dia sudah memulai debut bersama raksasa Uruguay saat usianya baru 17 tahun 1994 silam.

Dari sana, ia pindah ke klub tersukses Uruguay, Nacional, dua tahun kemudian. Performa yang kian menawan membuat Inter Milan kepincut menggaetnya.

Dan benar saja, dia hanya butuh waktu semusim di Nacional sebelum terbang ke Italia. Di Eropa semua tidak berjalan mudah bagi sang bomber.

Bukan hanya karena jam terbang yang menjadi soal. Bukan pula pelatih yang tidak suka gaya mainnya. Tapi El Chino dihadapkan bintang-bintang besar seperti Ivan Zamorano, Youri Djorkaef, dan Ronaldo di lini depan.

Laga pembuka Serie A musim 1997-1998 Recoba hanya menjadi cadangan. Menghadapi Brescia, semua tertuju pada Ronaldo yang ada di garis depan.

Sayang, apa yang dibayangkan di awal tidak sesuai fakta di lapangan. Hingga menit ke-80 I Nerazzurri tertinggal 0-1 dari Brescia lewat gol Dario Hubner. Situasi yang tak kunjung berubah akhirnya membuat Luigi Simoni membuat keputusan penting.

Keputusan yang mengubah segalanya, sekaligus membuka mata tifosi bahwa Alvaro Recoba siap melambung tinggi bersama mereka. Pemain Uruguay masuk menggantikan Maurizio Ganz.

Dia langsung membawa aura liar di lapangan. Menerima umpan Benoit Cauet, El Chino tanpa pikir panjang melepaskan tendangan kaki kiri dari jarak 30 yard. Bola yang meluncur deras menghujam pojok kiri atas gawang Brescia.

Inter vs brescia 2 1 1997 Recoba goal

Perkenalan Recoba ke publik Italia kian paripurna pada menit ke-88. Mendapat tendangan bebas, si pemilik kaki kidal mematikan dipercaya sebagai eksekutor.

Padahal statusnya adalah debutan, masih muda, kalah pamor pula dari pemain lain. Namun, Luigi Simoni tanpa ragu mengemban tanggung jawab besar kepada pemuda 20 tahun.

Berbeda dari tendangan pertama yang dilakukan sekuat tenaga, kesempatan kedua ini ia lakukan dengan penuh presisi. Ia mengayunkan bola ke tiang jauh untuk menembus jala Brescia.

Inter Milan membalikkan keadaan 2-1 lewat gol spektekuler yang disambut gegap gempita publik Giuseppe Meazza. Gol yang juga membuat Gianluca Pagliuca lari sekuat tenaga untuk jadi orang pertama yang memeluk Recoba.

Pergantian Pelatih dan Cedera yang Menjadi Momok

Pada musim perdana, Recoba turut membawa La Beneamata finish di peringkat kedua. Dan pada musim tersebut dia total mencetak empat gol.

Catatan ini terbilang oke untuk pemain yang baru pertama kali merasakan atmosfer Eropa. Tak heran jika ekspektasi tinggi mulai menemani langkahnya pada musim kedua.

Nyatanya, harapan tinggal harapan. Musim 1998-1999 dia hanya tampil sekali pada paruh pertama. Situasi kian parah kala Luigi Simoni dipecat karena rentetan hasil buruk. Marcelo Lippi pun masuk sebagai suksesor.

Sejak awal Lippi datang, dia tidak melihat Recoba cocok dengan skemanya. Sang bomber kemudian dipinjamkan ke Venezia sampai akhir musim.

Di Venezia, El Chino sukses besar. Posisinya di tim utama tidak tergantikan hingga akhir musim. Torehan 10 gol dan membawa Arancioneroverdi ke peringkat ke-11 jadi bukti sahih sang legenda.

alvaro recoba ClassicCalcio
@ClassicCalcio

Ketika dia mulai menapaki performa gemilang, nasib nahas didapat Inter Milan. Anak asuh Lippi turun ke peringkat kedelapan dan hanya berjarak empat angka saja dari Venezia.

Pulang ke Giuseppe Meazza bermodalkan penampilan menawan di Venezia, Recoba akhirnya mendapat atensi lebih. Dia lebih matang dalam mengambil keputusan hingga membuatnya jadi pilihan reguler Lippi.

Dan benar saja, dalam 27 penampilan Serie A, dia mengembalikan Inter ke empat besar. Ketika semua mulai berjalan sesuai rencana, Recoba kembali harus melihat kursi pelatih berganti.

Ya, faktor pelatih jadi salah satu penyebab El Chino gagal mengeluarkan kemampuan terbaik. Bayangkan saja, selama di Inter dia bermain untuk lima pelatih berbeda. Mulai dari Luigi Simoni, Marcelo Lippi, Marco Tardelli, Hector Cuper, Alberto Zaccheroni, hingga Roberto Mancini.

Sebagaimana hukum sepak bola, masuknya pelatih baru berarti menawarkan gaya permainan baru. Korban dari mata rantai ini sudah pasti pemain. Dan Alvaro Recoba salah satunya.

Masalah Alvaro Recoba makin bertambah dengan serangkaian cedera yang mulai mengakrabinya. Berkali-kali dia naik meja operasi karena cedera lutut dan paha yang diderita.

Cedera pula yang akhirnya membuat jebolan akademi Danubio tersingkir dari Inter. Sempat dipinjamkan ke Torino 2007 silam, ia akhirnya dilepas secara permanen ke klub Yunani, Panionios, setelah 11 tahun mengabdi.

Terjebak Skandal Paspor Palsu

Jendela transfer musim panas kemarin Liga Italia digegerkan oleh berita kepindahan Luis Suarez ke Juventus. Tapi bukan harga transfer yang menjadi masalahnya, melainkan kecurangan yang dituduhkan ke pihak Juventus.

Dalam prosesnya, Luis Suarez butuh paspor Italia agar bisa pindah ke Juventus. Salah satu syarat yang harus dilalui adalah mengikuti tes bahasa Italia.

Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) mencium gelagat mencurigakan. Ujian yang berlangsung di Universitas Perugia kemudian dinyatakan cacat karena bomber Barcelona ketahuan memiliki kunci jawaban.

Alhasil, Luis Suarez batal ke Juventus dan memilih Atletico Madrid sebagai pelabuhan teranyar. Sementara Juve tidak ingin berjudi lagi dengan pemain non-uni Eropa. Mereka pun memulangkan Alvaro Morata ke Turin.

alvaro recoba inter
inter.it

Sebelum kontroversi Luis Suarez, cerita yang nyaris serupa pernah terjadi di Serie A. Pada Juni 2001 silam, Serie A diguncang kasus paspor palsu dari para pemain luar Eropa. Skandal ini kemudian dikenal dengan nama Passaportopoli.

Alvaro Recoba jadi salah salah yang termasuk dalam skandal besar tersebut. Ia bersama beberapa pemain Amerika Latin lain dilarang bermain selama setahun oleh FIGC.

Keputusan ini jelas membuat kubu Inter keberatan. Banding pun diajukan. Beruntung bagi El Chino, banding tersebut membuahkan hasil dan hukumannya dikurangi menjadi empat bulan saja.

Anak Kesayangan Massimo Moratti

Banyak yang mempertanyakan keputusan Massimo Moratti saat mengangkut Alvaro Recoba ke Giuseppe Meazza. Tanpa pengalaman dan baru berusia 20 tahun, sang presiden berani merogoh kocek sedalam 17 juta euro. Angka yang sangat besar untuk ukuran pemain muda ketika itu.

Ketertarikan Moratti pada sang pemain bukan cuma perkara kehebatan di lapangan. Lebih dari itu, dibalik kemalasannya, Recoba dianggap mewakili karakter Inter yang kerap menghadirkan kejutan.

“Alvaro Recoba setipe dengan Inter yang selalu menghadirkan kejutan. Ada waktunya dia terlihat malas, tapi di satu sisi dia sanggup melakukan sesuatu yang belum pernah kita saksikan sebelumnya. Dia sangat spesial,” kata eks presiden kepada Gazzetta dello Sport.

“Dia bukan sekadar pemain sepak bola. Tapi dia lah sepak bola itu sendiri. Dia bisa melakukan banyak hal ketika pemain lain hanya bisa berbuat sedikit di lapangan,” ia menambahkan.

Massimo Moratti tidak membual soal pemain kelahiran 17 Maret 1976. Saat performa anak emasnya itu belum stabil, ia berani menyodorkan kontrak baru 2001 silam.

Kontrak jangka panjang itu bahkan disebut-sebut membuat Recoba jadi pemain dengan bayaran tertinggi di Eropa. Berani bertaruh untuk kedua kali demi El Chino, sang presiden rupanya tidak bisa berbuat apa-apa ketika bintang lain yang lebih bersinar, Ronaldo, ditaksir Real Madrid semusim kemudian.

Situasinya memang berbeda. Ronaldo bermasalah dengan Hector Cuper hingga menuntut untuk dijual. Tapi Moratti berujar jika hal serupa dialami Recoba, dia tidak akan melepasnya.

“Saya lebih suka Chino daripada Ronaldo. Apa pun yang terjadi saya akan mempertahankannya. Dia lebih membuat saya terkejut, sedangkan Ronaldo sudah berpredikat sebagai pemain terbaik ketika bergabung bersama kami,” tegasnya.

“Sayang sekali dia tidak meraih banyak trofi bersama kami. Andai situasinya lebih baik kariernya akan sempurna,” tuturnya kepada Sport Mediaset.

Pemilik 71 gol dari 261 penampilan bersama Inter Milan melalui banyak hal di kota mode. Mulai dari masa peralihan, keterpurukan, hingga mencoba untuk bangkit kembali.

alvaro recoba pinterest
pinterest

“Saya beruntung bisa bermain dengan begitu banyak pemain juara dan saya berterima kasih selamanya untuk itu,” kata El Chino seperti dikutip Football5star dari These Football Times.

“Saya selalu bahagia selama berkarier karena saya menjalankan hobi bermain sepak bola sebagai pekerjaan. Saya selalu ingin menghibur orang dan saya tidak menyesal,” lanjutnya.

Fase-fase inilah yang membuat para tifosi melihatnya lebih dari sekadar kontribusi di lapangan. Dia selalu mempertontonkan keindahan, membuat kita mengernyitkan dahi tatkala dirinya mengambil ancang-ancang, lalu berteriak kegirangan melihat tendangannya. Atau seperti yang dikatakan Massimo Moratti, dia bisa melakukan apa yang orang lain tidak bisa lakukan.

Dengan apa yang dia punya dan apa yang sudah dia tunjukkan, pemain sekelas Ronaldo berani berkata bahwa rekannya itu pemain yang berasal dari dimensi lain.

Adapun kita sebagai penikmat sepak bola, sihir kaki kiri Alvaro Recoba telah memunculkan candu yang sukar untuk ditahan. Candu untuk menjadi sepertinya, si pemilik tendangan kaki kiri menggelegar.

More From Author

Berita Terbaru