Ian Rush: Ambisi Besar Boniperti di Juventus yang Gagal Total

BACA JUGA

Banner live dan podcast baru

Football5star.com, Indonesia – Sudah menjadi rahasia umum jika tanah Italia tidak pernah cocok untuk para pendatang yang berasal dari Britania Raya. Anggapan ini bukan hanya berlaku untuk kehidupan pribadi masyrakatnya saja. Dunia sepak bola merupakan contoh sahih betapa bertolak belakangnya budaya dua negara ini.

Berbicara soal kegagalan pemain Britania Raya yang mengadu nasib di Negeri Pizza, nama Ian Rush jadi salah satu contohnya. Rush seperti tidak belajar dari kesalahan yang pernah dibuat pendahulunya macam Denis Law dan Jimmy Greaves yang sudah jelas-jelas gagal di sana.

Apalagi, situasi Rush ketika itu sedang berada di puncak penampilan bersama Liverpool. Akan tetapi, tentu saja keputusannya pindah ke tim raksasa sekaliber Juventus, bukan murni kesalahannya sendiri. Ya, ada berbagai faktor yang membuat pria asli Wales berjudi meninggalkan kenikmatan yang didapat bersama Liverpool demi berkostum putih-hitam Juventus.

Ian Rush pindah ke klub berjuluk Si Nyonya Tua karena situasi. Liverpool terancam kehilangan keuntungan besar setelah adanya larangan klub Eropa. Di saat bersamaan, para petinggi klub berupaya sekuat tenaga  untuk mempertahankan predator di lini depannya tersebut.

giampiero boniperti-il messaggero
Ll Messaggero

Sementara itu, presiden kharismatik Juve, Giampiero Boniperti, tidak mau kalah dengan kengototannya. Ya, dia sendiri yang menginginkan Rush ada di tim kebanggaan warga Turin itu.

Padahal, ketika itu tidak banyak orang yang mendukung langkah Boniperti untuk menggaet Ian Rush yang berpredikat sebagai top skor Liga Inggris di musim sebelumnya. Namun, sebagai orang yang juga berlatar belakang penyerang tengah, sang presiden tampak tahu betul apa yang dibutuhkan timnya.

Setelah melakukan negosiasi alot, Boniperti akhirnya meluluhkan hati presiden Liverpool kala itu, Sir John Smith, untuk melepas sang striker dengan mahar 3,2 juta pounds. Legenda Juventus lantas senang dengan keberhasilan tersebut, sampai akhirnya ia sadar ada satu masalah besar yang akan mengganjal karier Rush di Turin.

Pada medio 1986 hingga 1988, otoritas sepak bola Italia hanya memperbolehkan tiap klub menurunkan dua pemain asing saja dalam starting 11 nya. Klimaks dari tanda tanya transfer ini pun terjadi. Tidak lama setelah kedatangan Rush, Juventus memanggil pulang bintang Denmark, Michael Laudrup, dari masa peminjaman di Lazio.

Tidak sampai di situ, sang presiden juga memaksa ikon tim, Michel Platini, yang merupakan warga negara Prancis untuk mengurungkan niatnya pensiun di musim tersebut. Alhasil, I Bianconeri besutan Giovanni Trapatoni menjadikan Michael Laudrup dan Platini sebagai duet lini depan.

Lalu apa yang terjadi pada Ian Rush? Ia disarankan Boniperti untuk dipinjamkan ke Lazio. Sang presiden mengatakan bahwa pria Wales itu harus tetap berada di Italia demi menjalani proses adaptasi karena di musim berikutnya Boniperti memastikan tempat utama sepeninggal Platini yang pensiun.

Tapi Rush menolak dipinjamkan ke Lazio. Ia lebih memilih pulang ke Liverpool untuk menjaga konsistensi permainan. Setelah dipinjamkan ke Liverpool sepanjang musim 1986-1987, pemain yang identik dengan kumis tebal itu akhirnya kembali ke Juventus.

Dan benar saja, Juve sudah kehilangan Platini yang memutuskan pensiun. Namun, musim 1987-1988 bisa dibilang musim yang tidak terlalu bersahabat untuk Si Nyonya Tua. Klub saat itu sedang dalam masa transisi.

Selain karena Platini, klub juga ditinggal bintang lain semisal Zbigniew Boniek dan Marco Tardelli. Sementara pemain penting lainnya semacam Antonio Cabrili serta Gaetano Scirea sudah memasuki usia uzur sebagai pesepak bola.

Memang Rush menjadi ujung tombak di lini depan. Ia diandalkan pelatih Rino Marchesi dan dimainkan sebanyak 40 pertandingan. Tapi gelontoran golnya hanya mencapai angka 13 saja. Catatan ini kemudian berbanding lurus dengan performa tak menentu Juve. Alhasil pemegang gelar terbanyak Serie A itu hanya menempati peringkat keenam di musim 1987-1988.

Sejatinya Ian Rush sudah mendapat ultimatum dari Platini soal kedatangannya ke Turin. Legenda asal Prancis mengungkapkan bahwa juniornya itu datang di waktu yang salah.

“Anda datang pada waktu yang salah ke Juventus. Anda seharusnya berada di sini dua atau tiga tahun yang lalu saat kami memiliki tim yang sangat baik. Juve tidak akan sukses musim ini karena sedang melalui masa transisi,” kata Platini ketika itu, seperti dilansir The Football Times.

Perbedaan Mendasar yang Bikin Ian Rush Menyerah

Selama pramusim di Juventus Ian Rush berhasil mencetak 10 gol dari enam pertandingan. Tapi petaka baru datang menghampirinya. Pada laga Supercoppa Italia melawan Lecce, dia mengalami cedera otot hingga memaksanya menepi lima pekan.

Selama masa pemulihan, tidak banyak yang bisa Rush lakukan. Dia jarang berkomunikasi dengan rekan satu tim karena kendala bahasa. Lingkungan Italia juga tidak cocok untuknya. Bahkan pertemanannya dengan Michael Laudrup hanya didasari oleh faktor bahasa semata. Ya, hanya Laudrup yang bisa berbicara bahasa Inggris di Juventus saat itu.

ian rush-juventus-thesefootballtimes
These Football Times

“Hubungan saya dengan Michael sangat dekat. Kedekatan kami berawal karena hanya dia yang bisa berbahasa Inggris di tim. Sedangkan saya di sana jadi salah satu yang tak bisa berbahasa Italia,” katanya kepada Guardian.

Berbicara soal sepak bola, Italia dan Inggris punya kiblat yang sangat berbeda. Tanah Britania dikenal dengan gaya Kick n Rush-nya, sedangkan Italia berpegang teguh pada Catenaccio-nya. Perbedaan mendasar ini pun jadi penyebab gagalnya Rush di Juventus.

Perbedaan bahkan sudah dia rasakan dalam sesi latihan. Selama di Liverpool ia selalu ditekankan untuk berlari cepat dan lari jarak jauh. Sedangkan di Italia dia dituntut untuk lebih sering terlibat di lapangan tengah. Merebut bola, dan membuka ruang, yang sejatinya bukan keahlian Rush.

Pemain kelahiran 20 OKtober 1961 terpaksa beradaptasi dengan peran yang lebih defensif ala Rino Marchesi. Dia diminta untuk turun ke lini tengah sebelum memulai serangan. Tentu saja ini sebuah konsep yang tidak cocok untuk seorang striker tengah seperti dirinya.

Hanya Berjodoh dengan Liverpool

Buruknya capaian Juventus musim 1987-1988 membuat manajemen melakukan perubahan besar. Pelatih Rino Marchesi dipecat dan ditunjuklah sang legenda, Dino Zoff, sebagai suksesor. Zoff membawa ide-ide baru di Juve, yang sialnya kembali tidak cocok dengan tipe Ian Rush.

Situasi kian buruk ketika mereka mendatangkan dua pemain baru, Rui Barros, dan Alexander Zavarov, yang pada akhirnya membuat posisi Rush tersingkir. Melihat sitiuasi ini, Kepala Eksekutif Liverpool, Peter Robinson, segera mencari celah untuk memulangkan sang bomber.

Tapi Peter Robinson harus berupaya lebih keras karena disaat yang bersamaan Bayern Munich juga menaruh minat pada Rush. Pada akhirnya Robinson meminta bantuan Kenny Dalglish untuk meyakinkan sang pemain kembali ke Anfield.

ian rush-marca
Marca

Tepat di tanggal 18 Agustus 1988, dua hari sebelum kompetisi Liga Inggris dimulai, The Reds secara resmi mengumumkan kedatangan pemain Wales itu. Ia pun berujar tidak punya alasan untuk menolak tawaran dari klub yang telah membesarkan namanya itu.

“Saya ke sini karena Liverpool ingin saya kembali. Saya tidak akan pernah kembali ke klub lain selain Liverpool. Mereka sudah memberi saya segalanya,” tegas Rush.

Alasan sang bomber benar adanya. Semua gelar berhasil ia menangkan saat berseragam The Reds. Bahkan di sana pula ia mendapat gelar individu.

Hebatnya lagi, Ian Rush mampu tampil memukau di dua periode berbeda. Di era pertamanya, empat trofi Liga Inggris, tiga gelar Liga Champions dan FA Cup, serta empat Piala Liga sukses ia raih.

Sedangan di periode kedua pemain yang juga pernah memperkuat Leeds United berhasil merengkuh satu gelar Liga Inggris, satu Piala Liga, dua Community Shield, dan satu FA Cup.

Untuk gelar individu, ia berhasil menyabet predikat sebagai top skorer Liga Inggris dan Pemain Terbaik kompetisi musim 1983-1984 dengan mengemas 32 gol. Selain itu, sampai saat ini dia merupakan pencetak gol terbanyak sepanjang masa Si Merah. Selama 15 musim di Anfield, ia mengemas 282 gol.

Ian Rush adalah legenda hidup. Dia tidak hanya berkontribusi untuk Liverpool ketika masih bermain saja. Setelah gantung sepatu pun dirinya masih diandalkan The Reds dengan kedudukan yang berbeda. Ia ditunjuk sebagai Brand Ambassador sejak 2013 lalu.

More From Author

Berita Terbaru