Football5Star.com, Indonesia – Pemecatan Julian Nagelsmann oleh Bayern Munich, Jumat (24/3/2023), mengejutkan banyak orang, termasuk Lothar Matthaeus. Namun, legenda sepak bola Jerman itu bisa memaklumi putusan manajemen Die Roten. Menurut dia, Nagelsmann telah melakukan terlalu banyak kesalahan.
Matthaeus memahami pemecatan Nagelsmann sebagai putusan sulit dan berat hati dari manajemen Bayern. Bagaimanapun, mereka sudah mengeluarkan banyak uang untuk menebus kontrak sang pelatih dari RB Leipzig. Namun, hasil yang ditunjukkan tidak sebanding dengan yang diharapkan.
“Ini mungkin bisa dibilang eksperimen yang sejak awal pun tidak berjalan. Hasil yang diraih dan performa sama-sama terlalu buruk,” urai Lothar Matthaeus seperti dikutip Football5Star.com dari Sport1. “Secara keseluruhan, ada terlalu banyak hal yang keliru.”
Salah satu yang menjadi sorotan Matthaeus adalah kebiasaan Nagelsmann merotasi pemain secara berlebihan. Itu membuat Bayern seperti tak lagi punya kerangka yang jelas. “Dia bahkan menganggap kecil Thomas Mueller,” kata kapten timnas Jerman saat juara Piala Dunia 1990 itu.
Lothar Matthaeus Kritik Bayern
Secara lebih luas, Lothar Matthaeus menilai kebijakan Julian Nagelsmann justru membuat para pemain Bayern Munich tak nyaman. “Tak ada lagi pemain yang merasa aman. Semuanya goyah karena perubahan line-up, taktik, dan sistem,” kata dia lagi.
Adapun mengenai putusan Bayern menunjuk Thomas Tuchel sebagai pengganti Nagelsmann, Matthaeus menilai positif. Dalam pandangannya, eks pelatih Borussia Dortmund itu adalah sosok ideal untuk mengambil alih tongkat estafet dari Nagelsmann pada saat ini.
Meskipun demikian, Matthaeus tak urung mengkritik manajemen Bayern. Soal Nagelsmann, dia terang-terangan menyebut mereka sudah membuang-buang uang percuma. Dengan kontrak 5 tahun, kompensasi pemecatan sang pelatih bisa mencapai 30 juta euro. Ditambah uang transfer dari Leipzig, biaya untuk pelatih ini mencapai 50 juta euro.
Secara khusus, Lothar Matthaeus mengkritik para petinggi Die Roten. “Bayern harus kembali menemukan identitas yang tegas lagi seperti di bawah Uli Hoeness dan Karl-Heinz Rummenigge. Mia San Mia, perasaan sebagai keluarga, berdiri untuk para pemain dan pelatih, termasuk pada masa sulit. Sekarang, semuanya memudar,” kata dia.
