Football5Star.com, Indonesia – Shin Tae-yong bisa dikatakan sebagai pelatih luar biasa. Pasalnya, sejak dikontrak oleh PSSI, dia ditugasi menangani tiga tim sekaligus. Selain melatih timnas senior, dia juga memoles dua timnas junior, yakni timnas U-19 dan timnas U-23.
Sejak Simon McMenemy dipecat, PSSI memang tak cuma mencari sosok yang bisa menangani timnas senior. Mereka juga secara khusus mencari sosok yang bisa menangani timnas U-20 saat gelaran Piala Dunia U-20. Pada akhirnya, pilihan jatuh pada Coach STY.
Menariknya, Ketum PSSI Mochamad Iriawan menyebut pelatih asal Korea Selatan itu sendiri yang meminta menangani tiga tim sekaligus. Bulan lalu, dia pun mengangkat wacana untuk hanya menugasi Coach STY menangani timnas U-19. Namun, hal itu diurungkan setelah Indonesia lolos ke Piala Asia 2023.
Bagi Coach STY, menangani 3 tim sekaligus memang melelahkan. Namun, dia berkeras meneruskan hal itu karena ingin membenahi sepak bola Indonesia. Menurut dia, kesinambungan kerja dari tim junior sangatlah penting dalam mewujudkan misinya itu.
Shin Tae-yong Disamai Michael Weiss
Shin Tae-yong ternyata bukan satu-satunya pelatih yang menangani 3 tim sekaligus. Di Asia Tenggara saja, ada satu pelatih lain yang seperti dirinya. Dia adalah Michael Weiss. Selain menangani timnas senior Laos, pelatih asal Jerman tersebut juga ternyata dipercaya melatih timnas U-19 dan U-23.
Sebelum melatih tiga tim sekaligus pada saat ini, Coach STY dan Weiss sama-sama punya pengalaman menangani timnas senior dan junior. Coach STY di Korea Selatan, sementara Weiss di Rwanda, Filipina, dan Mongolia. Bedanya, Weiss pernah merangkap jabatan.
Saat di Filipina pada 2011, Weiss melatih timnas senior dan timnas U-23 sekaligus. Hal serupa diulangi ketika didapuk Asosiasi Sepak Bola Mongolia. Dari 2017 hingga 2020, dia menangani timnas senior dan timnas U-23 negara itu secara bersamaan.
Mengapa Michael Weiss selalu melakukan hal itu? Jawabannya seperti Shin Tae-yong. Di setiap negara yang disinggahinya, Weiss juga selalu punya misi memajukan sepak bola secara keseluruhan. Di Laos, dia bahkan coba mengubah paradigma sepak bola defensif menjadi sepak bola ofensif.
